Kamis, 20 November 2025

Murianews, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp 77,3 triliun atau 0,34 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada semester I-2024.

Meski demikian, keseimbangan primer masih mencatatkan surplus sebesar Rp 162,7 triliun. Hal ini disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta, Senin (8/7/2024).

Pendapatan negara pada semester I-2024 tercatat sebesar Rp 1.320,7 triliun, mengalami kontraksi sebesar 6,2 persen (year-on-year/yoy). Penerimaan perpajakan tercatat sebesar Rp 1.028 triliun, turun 7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batu bara dan minyak sawit mentah (CPO). Dua hal ini mempengaruhi profitabilitas sektor korporasi sehingga berdampak pada penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan yang terkontraksi 35,5 persen yoy.

Di sisi lain, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri (DN) turun 11 persen yoy. Namun, secara bruto tanpa memperhitungkan restitusi, PPN DN masih tumbuh positif 9,2 persen yoy, seiring dengan kuatnya aktivitas ekonomi domestik yang tercermin pada pertumbuhan ekonomi kuartal I-2024 sebesar 5,11 persen.

Pendapatan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp288,4 triliun, turun 4,5 persen yoy. Penurunan PNBP terutama disebabkan oleh turunnya penerimaan sumber daya alam (SDA) karena melemahnya harga komoditas dan kurang optimalnya lifting gas.

Namun, penerimaan dari kekayaan negara yang dipisahkan tumbuh positif 41,8 persen seiring dengan membaiknya kinerja badan usaha milik negara (BUMN). Sementara itu, belanja negara tercatat meningkat 11,3 persen yoy mencapai Rp 1.398 triliun.

”Peningkatan belanja negara tersebut terutama terkait peran APBN sebagai shock absorber untuk antisipasi gejolak global, melindungi daya beli masyarakat, serta tetap mendukung berbagai prioritas agenda pembangunan nasional,” ujar Sri Mulyani dikutip dari Antara.

Kemudian Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) mencapai Rp 997,9 triliun, tumbuh 11,9 persen yoy, yang mencakup belanja yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat senilai Rp762,1 triliun atau 76,4 persen BPP.

Peningkatan belanja juga disebabkan oleh penyelenggaraan pemilu, kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN), pemberian tunjangan hari raya (THR) dengan tunjangan kinerja (tukin) 100 persen, serta program bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pada semester I.

Komentar

Terpopuler