Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law (Celios) Nailul Huda meragukan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dapat mengatasi persoalan kebutuhan rumah rakyat atau backlog perumahan di Indonesia.

Menurutnya, Tapera yang secara aturan sudah berjalan sejak 2018, masih belum terbukti menyelesaikan masalah backlog perumahan.

”Secara aturan, kewajiban ini sudah berjalan dari tahun 2018 atau dua tahun setelah UU Tapera terbit. Namun apakah sudah menyelesaikan masalah 'backlog' perumahan? Nyatanya backlog perumahan masih terlampau tinggi. Bank Tabungan Negara (BTN) juga sudah disuntik PMN (Penyertaan Modal Negara) jumbo pada 2023 untuk membantu kepemilikan rumah,” kata Huda seperti dikutip dari Antara, Rabu (29/5/2024).

Huda menjelaskan sebenarnya tujuan awal kewajiban iuran Tapera menjadi salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam menyediakan pembiayaan perumahan untuk masyarakat berpendapatan rendah (MBR).

Meski begitu, tujuan aturan itu masih belum jelas. Apakah berbentuk investasi atau arisan kepemilikan rumah.

Dalam aturannya, dana Tapera yang dikumpulkan dari peserta dikelola ke dalam beberapa portofolio investasi. Yakni, ke korporasi sebesar 47 persen, Surat Berharga Negara (SBN) 45 persen dan sisanya deposito.

”Dalam beleid tersebut juga disebutkan peserta berhak menerima informasi dari manajer investasi tentang dana dan hasil dari dana kita. Apakah kita diberitahukan setiap bulan di mana posisi kekayaan kita?,” jelasnya.

Menurut Huda, dengan posisi SBN sebesar 45 persen dari total dana yang dikelola BP Tapera, mudah bagi pemerintah untuk menerbitkan SBN karena bisa dibeli badan pemerintah termasuk BP Tapera memakai uang masyarakat.

”Ingat, BI rate sudah naik yang artinya deposito sebenarnya lebih menguntungkan dibandingkan SBN. Pemerintah ingin menaikkan bunga SBN, yang jadi beban utang. Ketika swasta enggan investasi di SBN, badan pemerintah jadi solusinya,” jelasnya.

Huda menyebut, manfaat bagi peserta yang tidak mengambil program Tapera akan sangat minim. Peserta yang tidak ambil rumah pertama, karena preferensi atau sudah punya rumah, justru dirugikan apabila tingkat pengembalian tidak optimal.

Menurut dia, seharusnya dengan uang yang diambil untuk iuran Tapera bisa digunakan untuk investasi sendiri alih-alih untuk iuran Tapera.

”Jadi ada opportunity cost yang hilang,” tutur Huda.

Diketahui, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada Senin (20/5/2024).

Dalam aturan itu, pekerja maupun pekerja mandiri diwajibkan membayar iuran 3 persen dari gaji mereka. Besaran upah yang dibayarkan, 0,5 persen ditanggung pemberi kerja sedangkan 2,5 persen diambil dari gaji pekerja. Sementara pekerja mandiri, menanggung seluruh iurannya sendiri.

Aturan ini secara umum tidak hanya berlaku bagi pekerja di bidang swasta saja. Tapi juga mengatur untuk ASN, TNI dan Polri yang digaji langsung oleh negara.

Iuran Tapera bagi pekerja yang menerima gaji atau upah yang bersumber dari kas negara ini akan diatur langsung oleh Kementerian Keuangan melalui koordinasi bersama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Sementara, iuran Tapera dari pegawai BUMN, BUMD, BUMDes dan karyawan swasta akan diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Kemudian, untuk pekerja mandiri akan diatur langsung oleh BP Tapera.

Komentar

Terpopuler