Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Selama 2023, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) mencatat penjualan senilai Rp 9,96 Triliun. Jumlah ini tumbuh 7,93 persen secara year on year di tengah kondisi pasar farmasi nasional yang tertekan.

Direktur Utama Kimia Farma, David Utama dalam keterangan resminya, yang dilansir Antara menyatakan, pihaknya fokus pada pembenahan internal. Melalui operational excellence dan reorientasi bisnis selama tahun 2023, upaya itu dilakukan secara berkelanjutan.

“Kimia Farma berhasil menjaga pertumbuhan penjualan di tahun 2023, yang menunjukkan kami memiliki fundamental bisnis yang kuat dan memiliki potensi untuk terus tumbuh secara berkelanjutan ke depannya,” ujar David, Sabtu (1/6/2024).

Sepanjang tahun 2023, upaya bersih-bersih dan pembenahan operasional dilakukan, diantaranya dalam penyajian Laporan Keuangan Tahunan tahun 2023 (LKT 2023), yang tersaji laporan keuangan konsolidasi seluruh anak perusahaan hasil audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP)

Sebagai bagian dari Holding Bio Farma Group, pihaknya berkomitmen untuk mendukung dan menjalankan program pembenahan 'bersih-bersih' yang diinisiasi oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Kimia Farma dan seluruh anak usahanya diaudit oleh KAP secara independen. Kami menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pemegang saham dan stakeholder atas keterlambatan penyampaian laporan keuangan audited tahun 2023,” ujar David.

Selama tahun 2023, terdapat beberapa kondisi yang turut mempengaruhi penurunan laba Perseroan. Diantaranya adalah inefisiensi operasional dan tingginya nilai Harga Pokok Penjualan (HPP).

"Salah satu penyebab inefisiensi operasional, karena kapasitas 10 pabrik yang dimiliki tidak sejalan dengan pemenuhan kebutuhan bisnis perseroan," jelas David.

Kimia Farma akan melakukan melakukan optimalisasi fasilitas produksi melalui penataan 10 pabrik menjadi 5 pabrik. Hal itu sebagai bagian dalam upaya meningkatkan efisiensi.

"HPP tahun 2023 sebesar Rp6,86 triliun, atau meningkat 25,83 persen (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan penjualan yang hanya sebesar 7,93 persen (year on year)," ujar David.

Kenaikan HPP tersebut terjadi karena belum optimalnya portofolio produk
sesuai dengan perencanaan awal. Kemudian dinamika harga bahan baku, dan tren obat untuk kebutuhan terapi yang berbeda dengan sebelumnya. Sehingga penjualan menjadi kurang tercapai.

Dari sisi beban usaha, tercatat meningkat 35,53 persen (yoy) menjadi sebesar Rp4,66 triliun pada tahun 2023 dibandingkan sebesar Rp3,44 triliun pada tahun 2022.

"Kenaikan beban usaha terjadi secara dominan pada anak usaha yaitu PT Kimia Farma Apotek (KFA), yang tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya," lagi, dijelaskan David.

Sementara itu, beban keuangan PT Kimia Farma, pada tahun 2023 meningkat 18,49 persen (yoy) menjadi senilai Rp622,82 miliar. Hal itu terjadi seiring dengan kebutuhan modal kerja perusahaan dan adanya kenaikan suku bunga.

Untuk menekan beban keuangan, Kimia Farma sudah menyiapkan rencana. Salah satunya adalah menjalankan restrukturisasi keuangan di beberapa sektor.

Manajemen Kimia Farma juga disebutkan oleh David, menemukan dugaan pelanggaran integritas penyediaan data laporan keuangan. Masalah ini terjadi di anak usaha, yaitu KFA (Kimia Farma Apotek) pada periode tahun 2021-2022.

Saat ini manajemen KAEF sedang menelusuri lebih lanjut atas dugaan tersebut melalui audit investigasi yang dilakukan oleh pihak independen. Masalah itu mengakibatkan kerugian Kimia Farma Rp1,82 triliun.

Komentar

Terpopuler