Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus mengungkapkan, tekanan terhadap IHSG dipicu oleh berbagai faktor global dan domestik yang memengaruhi sentimen investor.
Dari sisi global, meningkatnya ketegangan geopolitik menjadi salah satu pemicu utama. Presiden Rusia, Vladimir Putin, dikabarkan ingin memperpanjang perang, sehingga menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan.
Selain itu, Uni Eropa berencana menaikkan tarif pembalasan terhadap Amerika Serikat (AS), sementara kekhawatiran akan potensi resesi di AS terus meningkat.
”Dinamika global yang semakin tidak menentu membuat pelaku pasar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi,” ujar Nico dikutip dari Antara.
Sementara itu, dari dalam negeri, sentimen negatif datang dari melemahnya penerimaan negara yang turun hingga 30 persen, sehingga memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
”Hal ini mendorong pemerintah untuk menerbitkan utang yang lebih besar, yang pada akhirnya menekan nilai tukar rupiah,” jelasnya.
Ia juga menyoroti penerimaan pajak domestik yang turun 30,19 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp269 triliun, serta defisit APBN yang mencapai Rp31,2 triliun per Februari 2025.
Murianews, Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam lebih dari 6 persen pada penutupan perdagangan sesi I, Selasa (18/3/2025).
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus mengungkapkan, tekanan terhadap IHSG dipicu oleh berbagai faktor global dan domestik yang memengaruhi sentimen investor.
Dari sisi global, meningkatnya ketegangan geopolitik menjadi salah satu pemicu utama. Presiden Rusia, Vladimir Putin, dikabarkan ingin memperpanjang perang, sehingga menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan.
Selain itu, Uni Eropa berencana menaikkan tarif pembalasan terhadap Amerika Serikat (AS), sementara kekhawatiran akan potensi resesi di AS terus meningkat.
”Dinamika global yang semakin tidak menentu membuat pelaku pasar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi,” ujar Nico dikutip dari Antara.
Sementara itu, dari dalam negeri, sentimen negatif datang dari melemahnya penerimaan negara yang turun hingga 30 persen, sehingga memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
”Hal ini mendorong pemerintah untuk menerbitkan utang yang lebih besar, yang pada akhirnya menekan nilai tukar rupiah,” jelasnya.
Ia juga menyoroti penerimaan pajak domestik yang turun 30,19 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp269 triliun, serta defisit APBN yang mencapai Rp31,2 triliun per Februari 2025.
Belanja Pemerintah turun...
Di sisi lain, belanja pemerintah juga mengalami penurunan sebesar 7 persen, sementara utang melonjak 44,77 persen pada Januari 2025.
”Semua ini meningkatkan risiko fiskal Indonesia, sehingga banyak investor beralih ke instrumen investasi yang lebih aman dan stabil. Saham menjadi kurang menarik, sementara obligasi mulai menjadi pilihan utama,” tambah Nico.
Pada perdagangan sesi I, IHSG ditutup melemah 395,87 poin atau turun 6,12 persen ke level 6.076,08. Sementara itu, indeks LQ45 juga anjlok 38,27 poin atau 5,25 persen ke posisi 691,08.