Kredit Korporasi di Indonesia Meningkat Pasca Pemilu
Cholis Anwar
Sabtu, 8 Juni 2024 15:31:00
Murianews, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, kredit korporasi perbankan hingga April 2024 menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 18,45 persen secara tahunan (yoy). Hal ini mengindikasikan pemulihan investasi dan pengeluaran korporasi yang kuat untuk menopang pertumbuhan bisnis pasca Pemilu 2024.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara mengatakan hal ini dalam sebuah Forum Group Discussion (FGD) dengan Redaktur Media Massa di Batam, Kepulauan Riau, pada Sabtu (8/6/2024).
”Kredit korporasi tumbuh 18,45 persen. Memang ini menunjukkan pertumbuhan setelah Pemilu (Pemilu 2024). Pembelian barang, pengeluaran modal ini terlihat dari naiknya kredit korporasi,” ujarnya dikutip dari Antara.
Pertumbuhan kredit korporasi ini juga menonjol dibandingkan dengan pertumbuhan kredit secara keseluruhan yang mencapai 13,09 persen. Mirza juga menyebut kredit konsumsi tumbuh sebesar 10,34 persen pada April 2024.
Melihat pertumbuhan kredit secara keseluruhan, peningkatan fungsi intermediasi perbankan pada April 2024 sebesar 13,09 persen menunjukkan pertumbuhan dibanding Maret 2024 yang hanya tumbuh 12,4 persen.
Secara nominal, kredit perbankan pada April 2024 bertambah sebesar Rp66,05 triliun atau naik 0,91 persen secara bulanan (month to month/mtm). Pendorong utama dari pertumbuhan ini adalah kredit modal kerja yang tumbuh 13,25 persen (yoy) atau bertambah sebesar Rp45,88 triliun.
Dalam sektor, pertumbuhan kredit tertinggi tercatat di sektor pertambangan dan transportasi, masing-masing sebesar 10,67 persen dan 10,44 persen.
Namun, Mirza juga mengingatkan proyeksi perekonomian di sisa tahun masih dibayangi oleh ketidakpastian dari dinamika ekonomi global.
Likuiditas di pasar keuangan global masih terpantau ketat seiring dengan pergerakan tren suku bunga yang dinamis, sehingga kemungkinan turbulensi masih mungkin terjadi.
Pertumbuhan ekonomi global cenderung stabil namun dengan divergensi yang tinggi. Inflasi yang persisten di AS, risiko stagflasi di Eropa, dan perlambatan ekonomi China menjadi beberapa faktor yang perlu dipantau dalam memahami dinamika perekonomian global.
Murianews, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, kredit korporasi perbankan hingga April 2024 menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 18,45 persen secara tahunan (yoy). Hal ini mengindikasikan pemulihan investasi dan pengeluaran korporasi yang kuat untuk menopang pertumbuhan bisnis pasca Pemilu 2024.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara mengatakan hal ini dalam sebuah Forum Group Discussion (FGD) dengan Redaktur Media Massa di Batam, Kepulauan Riau, pada Sabtu (8/6/2024).
”Kredit korporasi tumbuh 18,45 persen. Memang ini menunjukkan pertumbuhan setelah Pemilu (Pemilu 2024). Pembelian barang, pengeluaran modal ini terlihat dari naiknya kredit korporasi,” ujarnya dikutip dari Antara.
Pertumbuhan kredit korporasi ini juga menonjol dibandingkan dengan pertumbuhan kredit secara keseluruhan yang mencapai 13,09 persen. Mirza juga menyebut kredit konsumsi tumbuh sebesar 10,34 persen pada April 2024.
Melihat pertumbuhan kredit secara keseluruhan, peningkatan fungsi intermediasi perbankan pada April 2024 sebesar 13,09 persen menunjukkan pertumbuhan dibanding Maret 2024 yang hanya tumbuh 12,4 persen.
Secara nominal, kredit perbankan pada April 2024 bertambah sebesar Rp66,05 triliun atau naik 0,91 persen secara bulanan (month to month/mtm). Pendorong utama dari pertumbuhan ini adalah kredit modal kerja yang tumbuh 13,25 persen (yoy) atau bertambah sebesar Rp45,88 triliun.
Dalam sektor, pertumbuhan kredit tertinggi tercatat di sektor pertambangan dan transportasi, masing-masing sebesar 10,67 persen dan 10,44 persen.
Namun, Mirza juga mengingatkan proyeksi perekonomian di sisa tahun masih dibayangi oleh ketidakpastian dari dinamika ekonomi global.
Likuiditas di pasar keuangan global masih terpantau ketat seiring dengan pergerakan tren suku bunga yang dinamis, sehingga kemungkinan turbulensi masih mungkin terjadi.
Pertumbuhan ekonomi global cenderung stabil namun dengan divergensi yang tinggi. Inflasi yang persisten di AS, risiko stagflasi di Eropa, dan perlambatan ekonomi China menjadi beberapa faktor yang perlu dipantau dalam memahami dinamika perekonomian global.