Pelemahan ini terjadi di tengah sentimen global yang beragam dan tekanan fiskal dari dalam negeri.
Dari mancanegara, rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) memberikan sinyal yang ambigu bagi arah kebijakan moneter The Fed.
Data NonFarm Payroll (NFP) September 2025 mencatatkan penambahan 119.000 pekerjaan, yang menunjukkan kekuatan pasar.
Namun, di saat yang sama, tingkat pengangguran naik menjadi 4,4 persen, dan klaim pengangguran lanjutan mencapai level tertinggi sejak 2021, mengindikasikan melemahnya perekrutan.
Data yang bercampur ini memperkuat pandangan jika The Fed belum akan melonggarkan kebijakan suku bunga dalam waktu dekat. Sehingga membuat pelaku pasar terus mencari posisi aman antara saham pertumbuhan dengan saham bernilai, serta aset berisiko dengan aset aman.
Murianews, Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) bergerak melemah pada pembukaan perdagangan Jumat (21/11/2025), mengikuti tren negatif dari bursa saham di kawasan Asia.
Pelemahan ini terjadi di tengah sentimen global yang beragam dan tekanan fiskal dari dalam negeri.
IHSG dibuka turun 31,38 poin atau 0,37 persen ke posisi 8.388,54. Senada, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 juga turun 4,62 poin atau 0,54 persen ke posisi 843,40.
Mengutip dari Antara, Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya menyatakan, pasar hari ini dipengaruhi oleh sejumlah sentimen domestik dan global yang memberikan sinyal mixed.
Dari mancanegara, rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) memberikan sinyal yang ambigu bagi arah kebijakan moneter The Fed.
Data NonFarm Payroll (NFP) September 2025 mencatatkan penambahan 119.000 pekerjaan, yang menunjukkan kekuatan pasar.
Namun, di saat yang sama, tingkat pengangguran naik menjadi 4,4 persen, dan klaim pengangguran lanjutan mencapai level tertinggi sejak 2021, mengindikasikan melemahnya perekrutan.
Data yang bercampur ini memperkuat pandangan jika The Fed belum akan melonggarkan kebijakan suku bunga dalam waktu dekat. Sehingga membuat pelaku pasar terus mencari posisi aman antara saham pertumbuhan dengan saham bernilai, serta aset berisiko dengan aset aman.
Dalam negeri...
Dari dalam negeri, Indonesia menghadapi tekanan ganda. Neraca Pembayaran Kuartal III-2025 tercatat defisit 6,4 miliar dolar AS akibat capital outflow dan pembayaran utang.
Meskipun transaksi berjalan mencatatkan surplus 4,04 miliar dolar AS (surplus pertama sejak 2023 berkat ekspor nonmigas), defisit neraca pembayaran berpotensi memberikan tekanan jangka pendek pada nilai tukar rupiah.
Tekanan juga datang dari sisi fiskal. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit besar Rp 479,7 triliun, dipicu oleh belanja negara yang tinggi dan penerimaan pajak yang melemah.
Imbasnya, pembahasan UMP 2026 tertunda, dan rencana kenaikan gaji PNS 2026 belum pasti karena ruang fiskal yang semakin sempit. Selain itu, potensi penerapan Bea Keluar batu bara untuk menambah penerimaan dikhawatirkan dapat menekan margin emiten batu bara.