Kamis, 20 November 2025

Murianews, Jakarta – Pemerintah diminta untuk mengkaji ulang rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen pada 2025 mendatang. Hal ini mengingat kondisi ekonomi di Indonesia yang belakangan terjadi.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan, kenaikan PPN perlu dilihat dalam konteks perkembangan ekonomi saat ini. Meskipun beberapa momen seperti Pemilu 2024, Ramadan, dan persiapan Lebaran telah mendukung, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun 2024 hanya mencapai 5,11 persen.

Menurutnya, angka ini tidak mencapai asumsi makro yang ditetapkan sebesar 5,2 persen dalam APBN 2024, yang menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat.

”Efek dari kondisi ini, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal pertama 2024 hanya mencapai 4,9 persen,” kata Eko dikutip dari Kompas.com, Senin (13/5/2024).

Menurutnya, hal tersebut merupakan bagian dari tanda jika kenaikan PPN 12 persen adalah belum layak. Terlebih hal ini juga akan menghambat target pertumbuhan ekonomi.

Selain daya beli yang masih tertekan, pertumbuhan ekonomi juga tidak mencapai target karena terjadi putus hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor.

Di samping itu, nilai tukar juga menjauh dari asumsi dalam APBN 2025, dengan rupiah yang melemah tipis ke level Rp 16.047 per dolar AS, berdasarkan data Bloomberg pada Rabu (8/5/2024).

”Kenaikan PPN justru akan menjadi blunder bagi upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi,” ungkap Eko.

Pemerintah disarankan untuk mempertimbangkan dengan matang kondisi ekonomi saat ini sebelum mengambil keputusan terkait kenaikan PPN. Kebijakan yang tepat diharapkan dapat memperkuat daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Komentar

Terpopuler