Inspirasi Muslim
Kisah Pebisnis Pati, Belajar Batik di Desa Sukses Sampai ke China
Umar Hanafi
Jumat, 15 Maret 2024 17:27:00
Murianews, Pati – Pebisnis asal Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Tamzis Al Anas dan istrinya, Yuliati Warno mempunyai kisah inspiratif di dunia usaha batik. Mereka belajar membatik dari desa hingga mengenalkan kerajinan asli Indonesia itu ke negeri tirai bambu, China.
Kini keduanya mempunyai rumah produksi batik yang diberikan nama Batik Yuliati Warno di Desa Langgenharjo, Kecamatan Juwana. Nama itu sama dengan nama sang istri, dan kini telah menjadi inspirasi muslim di kabupaten Pati dan sekitarnya.
Di rumah produksi batik itu mereka meciptakan sejumlah master piece batik. Jumlah produksinya bahkan bisa mencapai hingga seribu batik dalam kurun waktu sebulan.
Batik Yuliati Warno dirintis oleh istrinya sendiri yang menggeluti batik Pati sejak remaja di Desa Langgenharjo. Lantaran tumbuh di lingkungan pengrajin batik, sang istri pun ikut menekuni batik.
”Awalnya, istrinya menggeluti batik Pati sejak remaja. Lantaran tumbuh di lingkungan pengrajin batik, istri saya jadi ikut menekuni batik,” tutur Tamzis kepada Murianews.com, Jumat (15/3/2024).
Dari keterampilan itu, ia bersama istrinya belajar lebih jauh di Balai Batik Yogyakarta pada 2007. Saat itu keduanya masih berpacaran. Kemudian dari sana, keduanya bertekad menggeluti batik. Bermodal ilmu yang didapatkan, batik itu pun terus berinovasi.
Setelah menikah pada 2010, Tamzis dan istrinya lebih giat menciptakan pola-pola baru untuk memperkaya batik karya mereka. Tak hanya itu, mereka juga rela mengetuk pintu ke pintu untuk menawarkan karyanya.
”Kita ikut pameran di beberapa acara. Kemudian kita tawarkan ke beberapa intansi. Seperti Semarang dan sebagainya agar mengetahui batik Pati. Kita juga kenalkan ke Yogyakarta, Jakarta hingga Kalimantan,” ungkap dia.
Dari usahanya itu, batik Pati buatannya pun dikenal luas. Bahkan ia beberapa kali mewakili Indonesia untuk mengikuti pameran di luar negeri. Pihaknya pun sempat mengikuti pameran di Malaysia, Vietnam dan China.
”Tahun 2010 kita pameran ke Malaysia dan Singapura. Tahun 2012 ke China dan 2016 ke Vietnam. Antusiasme di sana sangat besar. Saya bawa produk sekitar 200 hingga 500 kain, habis ludes. Di sana juga memberikan pelatihan kepada warga luar negeri,” ungkap dia.
Saat ini, lebih dari 30 karyawan bekerja di rumah produksi batiknya. Selain itu, pihaknya juga bermitra dengan lima keluarga pengrajin batik di desa setempat.
Kini, butik maupun rumah produksi batiknya menjadi rujukan bagi siswa-siswi untuk belajar membatik. Pihaknya membuka pintu lebar-lebar siapa saja yang ingin menekuni dunia batik Pati.
”Kami buka wisata batik Yuliati Warno. Di sini juga tempat sebagai uji kompetensi membatik,” kata dia.
Ia mempunyai misi untuk mengenalkan lebih luas batik Pati. Menurutnya, batik Pati mempunyai ciri khas yang berbeda dengan batik Solo, Yogyakarta maupun batik Pekalongan.
Editor: Budi Santoso




