GP Ansor Minta Pemerintah Tunda Rencana Kenaikan PPN 12 Persen
Cholis Anwar
Rabu, 18 September 2024 07:07:00
Murianews, Jakarta – Badan Keuangan dan Perpajakan PP GP Ansor mendesak Pemerintah untuk menunda rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen yang direncanakan berlaku mulai Januari 2025.
Permintaan tersebut disampaikan oleh Ketua Badan Keuangan dan Perpajakan PP GP Ansor, Muhammad Arif Rohman, di Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Arif menyatakan, kenaikan PPN akan berdampak pada meningkatnya biaya operasional bagi perusahaan, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Kenaikan PPN akan meningkatkan biaya operasional bagi produsen, terutama UMKM. Selain itu, kebijakan ini akan menyebabkan kenaikan harga produk yang berpotensi menurunkan daya beli masyarakat sebagai konsumen,” ujarnya dikutip dari Antara, Rabu (18/9/2024).
Arif juga mengungkapkan, kondisi perekonomian saat ini tidak berada dalam situasi yang ideal untuk menghadapi kenaikan tarif PPN. Beberapa indikator menunjukkan perekonomian sedang mengalami tekanan.
Dia menyebutkan beberapa indikator tersebut seperti terjadinya deflasi dalam empat bulan terakhir, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang semakin meluas, kemudian kondisi sektor manufaktur yang terpuruk.
Tidak hanya itu, melemahnya nilai tukar rupiah, inflasi pangan yang relatif tinggi, dan penyusutan persentase kelas menengah juga menjadi indikator jika saat ini perekonomian Indonesia tengah mengalami tekanan.
Meskipun PP GP Ansor memahami bahwa Pemerintah membutuhkan peningkatan penerimaan negara untuk membiayai pembangunan, Arif menilai bahwa menaikkan tarif PPN bukanlah langkah yang tepat di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan.
”Kenaikan PPN perlu ditunda sampai perekonomian relatif stabil. Pemerintah sebaiknya mencari alternatif lain yang lebih ramah terhadap dunia usaha dan masyarakat,” tambahnya.
Sebagai alternatif, Arif menyarankan Pemerintah untuk memberlakukan pajak karbon, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang seharusnya telah berlaku sejak April 2022. Selain itu, ia juga mengusulkan pemajakan produk turunan nikel yang sudah diwacanakan beberapa tahun terakhir.
Arif menekankan pentingnya mempertimbangkan transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto sebelum menerapkan kebijakan tersebut.



